Sorry for late update... I’m a bit
busy and very tired today but yeah... I want to continue this fic :D
Hope you enjoy!
(Btw, I forgot to say tell that in
this fic, Conan is grade 5, not grade 1 as Aoyama-sensei made. And setting
after Point Blanc, but there’s no Jack here. Thanks.)
Disclaimer:
Alex Rider © Anthony Horowitz
Detective Conan/Case Closed © Aoyama
Gosho
.
.
.
..forgive us cause we’re just a child...
.
.
.
JUST A CHILD
.
.
Kecil adalah kata yang pertama kali
tertulis di benak seorang Alex Rider begitu melihat Conan Edogawa-Kudo berdiri di
depannya. Ya, memang cukup kecil dan mungil, apalagi dibandingkan dengan Alex
sendiri.
Sebenarnya, penampilan anak itu
biasa-biasa saja. Rambut hitam yang ditata biasa, kacamata besar yang
bertengger di depan hidungnya, kemeja putih dilapis kaos hitam, celana jeans, dan sepatu sneakers. Ah ya, tak ketinggalan sebuah tas ransel hitam. Tapi Alex
bisa melihat satu hal yang ‘tak biasa’ di sana.
Kedua bola mata birunya yang begitu
bersahaja dan cerdas. Bukan hal yang lazim bagi seorang anak kelas 5 SD.
“Silahkan duduk,” Mrs. Jones
mempersilahkan. Sekilas, Conan melirik ke arah Alex. Kemudian ia memusatkan
perhatiannya kepada Blunt. Sepertinya dia memutuskan untuk tidak bicara sepatah
kata pun.
Blunt merapikan jasnya sedikit, “Kita
langsung saja. Aku akan mengulangi penjelasan yang kuberikan kepada Alex
sebelumnya. Kalian kami tugaskan untuk menyelidiki mansion mencurigakan bernama
Secreta Mansion.”
Conan menatap foto itu tanpa
berkedip.
“Pemiliknya, Felloza Emily, kami
curigai terlibat dengan dua buah organisasi kejahatan berskala besar di Inggris
dan Jepang,” Blunt menunjuk foto wanita berpenampilan absurd tersebut.
“Black
Organization?” tanya Conan dengan Bahasa Inggris yang fasih. Wajahnya
berubah tegang sedikit.
“Juga SCORPIA,” imbuh Alex.
Alan Blunt menganggukkan kepala, “Ya,
Black Organization dan SCORPIA. Kami
mencurigai mereka menyelundupkan sejumlah obat-obatan terlarang dan senjata
ilegal di dalam sana. Kami ingin kalian menyelidiki mansion ini lebih lanjut.
Setelah itu, kami akan memutuskan bagaimana tindakan selanjutnya. ”
“Lalu... bagaimana caranya kami menyelidiki?” sahut
Conan.
“Kami telah menyiapkan identitas
baru. Kalian akan tinggal di Secreta Mansion untuk sementara, sebagai
kakak-adik,” Blunt menolehkan kepala ke arah Mrs. Jones. Wanita itu langsung
menyerahkan dua buah map lain ke atas meja. “Di dalam map itu juga ada
informasi lebih lanjut tentang Secreta Mansion. Pelajari ini baik-baik selama 3
hari sebelum kami mengirim kalian.”
Alex menggumam. Diraihnya map
tersebut dan dibukanya.
Nama : Edgar Edondery.
Umur : 20 tahun.
Ciri-ciri fisik : Tinggi, rambut hitam, mata
cokelat.
Keluarga :
-Martin Edondery (ayah).
-Hikaru Edondery (ibu).
-Laurence Edondery (adik).
Latar belakang : Yatim
piatu sejak umur 10 tahun, ketika adiknya masih bayi. Awalnya Edgar dan
Laurence tinggal bersama pamannya di Jepang, tapi pindah ke Inggris karena
Laurence ingin melanjutkan pendidikannya di Cambridge University. Saat ini
mencari tempat tinggal dan memutuskan untuk mengontrak selama beberapa waktu di
Secreta Mansion.
Kepribadian : Agak
urakan tapi sopan terhadap orangtua, rajin, percaya diri.
Kebiasaan : Tidak
suka bangun pagi.
3 lembar berikutnya masih dipenuhi
dengan detail identitas Alex sebagai Edgar. Musik favorit, olahraga favorit,
sampai makanan favoritnya juga tertulis.
Alex baru saja ingin bertanya, namun
ternyata Conan telah membuka mulut duluan, “Berapa lama waktu yang kau berikan
bagi kami untuk menyelidiki Secreta Mansion?”
Ternyata pertanyaan kami sama, batin Alex.
“Sekitar 2 minggu,” jawab Blunt.
“Seperti biasa, Smithers yang akan memberikan perlengkapan yang dibutuhkan
kalian untuk menyelidiki.”
2 minggu, pikir
Alex. Menghadapi misi... bersama seorang
anak kecil, yang lebih kecil daripada diriku sendiri.
***
“Kau tidak ikut training? Maksudku pelatihan?”
Pertanyaan itu terucap ketika Alex
dan Conan sedang duduk di teras sebuah cafe
kecil. Mereka menikmati beberapa kue kecil, karena sekarang adalah waktunya
minum teh atau tea time bagi orang
Inggris.
“Pelatihan apa?” Conan bertanya
balik. Dahinya mengerut.
“Pelatihan... dengan SAS atau Secret Agent Service. Mmm, K-Unit dan
semacamnya itu ,” Alex menyahut sambil meraih sepotong biskuit dan
menggigitnya.
“Oh,” Conan langsung mengerti ke mana
pembicaraan mengarah, “Tidak. Mrs. Jones yang memintaku untuk tidak ikut. Blunt
terpaksa setuju, tentu saja. Kau sendiri... sudah berapa lama kau menjadi agen
MI6?”
“Sejak pamanku meninggal,” balas Alex
singkat.
“Ah. Maaf,” sahut Conan.
“Tak apa... orangtuamu juga...” Alex
tak melanjutkan kata-katanya.
“Ngomong-ngomong, Smithers itu
siapa?” Conan mengubah topik pembicaraan.
“Dia itu,” Alex tersenyum mengingat
pria bertubuh besar yang memiliki wajah kocak tersebut, “Orang yang bertugas menciptakan
alat-alat canggih. Waktu itu dia membuat Nintendo DS yang juga berfungsi
sebagai x-ray. Lalu ketika aku pergi
ke Point Blanc, dia membuat CD Player yang
bisa berubah menjadi gergaji elektrik ketika dimasuki CD Beethoven... pokoknya
alat-alat semacam itu.”
Conan manggut-manggut. Dikunyahnya sandwich miliknya, “Berarti dia sama seperti Profesor Agasa.”
“Profesor... A-aga apa?” Alex
kebingungan mengeja nama Profesor Agasa.
“Agasa. A-ga-sa,” eja Conan. “Dia
ilmuwan agak aneh yang tinggal di sebelah rumah kami. Dia bertugas menciptakan
alat-alat untuk kelompok detektif cilik. Contohnya skateboard milikku. Sayang
aku tak membawanya sekarang, nanti akan kutunjukkan.”
Alex terkejut, “Kau anggota detektif
cilik? Kau... detektif? Detective, as Sherlock
Holmes did?”
“Yea,” Conan nyengir puas, “Holmes is my idol. He’s smart and brave. You know,
our detective group is similar with... Baker Street Boys. Kami diajari
Shinichi-nii untuk menyelidiki dan
menjadi detektif yang baik.”
Alex terkesima mendengarnya. Rupanya
hubungan kakak-adik Kudo ini cukup erat.
Tampaknya Conan merasa nyaman mengobrol
dengan Alex, “Jadi... kita harus berperan sebagai kakak-adik? Aku merasa lucu.”
“Kenapa?”
“Aku pernah memiliki kakak, dan
sekarang aku punya kakak baru,” meski air mukanya terlihat sedih, Conan
tertawa. “Yah, setidaknya tidak akan sulit untuk menjadi Laurence Edondery. Aku
hanya perlu mengenakan kacamata ini seperti biasa dan bertindak menjadi anak
biasa.”
“Mmm... teman-temanmu di grup
detektif cilik sekarang ada di mana?” tanya Alex sambil menyesap Coke.
“Keempatnya masih berada di Jepang,”
Conan menerawang, mengingat kenangannya dengan grup detektif cilik. “Salah satu
dari mereka adalah adik-dari-mantan-anggota Black
Organization, namanya Ai Miyano. Aku dan dia sudah bersahabat dekat sekali.
Shinichi-nii dan Shiho-nee juga sempat berpacaran. Tapi setelah
Shinichi-nii... mm... meninggal,
Shiho-nee juga dilenyapkan organisasi itu.”
Conan menelan ludah sesaat, sementara
Alex masih mendengarkan dengan seksama.
“Lalu Ai lenyap. Dia hilang dari sekolah,
kabur dari rumah Profesor Agasa yang merawatnya... tanpa meninggalkan petunjuk
satupun. Dia membawa serta barang-barangnya. Sampai sekarang, aku tak tahu di
mana dia berada. Apakah dia menerima bantuan yang diberikan FBI atau tidak,”
Conan mengangkat bahu perlahan.
Alex merasa anak ini begitu mirip
dengan dirinya. Kehilangan orangtua... saudara dekat... ditinggalkan teman...
harus menghadapi bahaya... semua hal itu harus dialami oleh mereka berdua.
Tanpa punya kesempatan untuk hidup bahagia sedikit saja.
“Aku tak pernah percaya dongeng,”
ucap Conan getir. “Mereka selalu mengatakan they
lived happily ever after di akhir cerita, tapi mengapa semua itu nihil?
Mengapa semua itu kata-kata belaka? Hhh... I’m
bored with my life, but I STILL life. Aku bahkan sudah tak tahu tujuan
hidupku apa.”
Mata birunya yang biasa berkilau tiba-tiba
terlihat sendu. Ekspresinya pun tak bersemangat lagi.
Alex bingung harus menjawab apa. Dia
bukan psikolog seperti Eagle, rekannya di K-Unit. Dia hanya seorang pemuda
berumur 14 tahun yang ‘terdampar’ di MI6. Dia hanya Double-O-Nothing, kata Wolf dulu. Dan masih ada ribuan kata yang
diawali ‘dia hanya’ untuk menggambarkan seorang Alex Rider.
Sebuah pemikiran berkecamuk di otak
Alex, sementara mereka masih duduk menikmati angin temaram di sana.
Manusia sudah gila.
.
.
.
.
...to be continued...
.
.
A/N:
So sorry about the late
update! I’ve been so busy this week, because it’s my first week on grade 9.
Yeah, finally. I will have a National Exam next year, and continue my life as a
Senior High School student.
AND SOOOO SORRY FOR
SHORT CHAPTER! #Caps O_O Akhir-akhir ini saya agak mengalami ide macet. Tapi
saya usahakan agar fic ini tetap update.
Thanks for all your
reviews! For this chapter, would you like to hit that review button again? ^^
[] sign, Arsasa
Aokidemi []